AGAMA, TUHAN, NEGARA DAN BANGSA

on Senin, 30 Maret 2009

Siapa tidak risau melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia. Ada berbagai agama besar dengan umatnya yang besar (terutama Islam), namun kasih sayang, kebenaran dan keadilan malah nyaris tidak ada. Atau justru sebaliknya, kekerasan, kerusuhan, pembunuhan, ketidak adilan, korupsi dan berbagai pelanggaran HAM justru terjadi di Indonesia dan barangkali mencapai index prestasi nomor wahid didunia. Demikian pula yang terjadi dengan dinegara2 yang kental sekali agamanya, seperti negara2 Amerika Latin (Colombia, Argentina, Bolivia), Philipina (jaman Marcos), negara2 Timur Tengah, Pakistan, Aljasair, Afganistan, dst. Apanya yang salah? Berikut ini adalah butir2 analisis yang mendalam tentang Agama, Tuhan, dan Bangsa.


Dalil 1.

Tuhan itu tidak beragama, jadi Ia berlaku adil bagi semua manusia. Agama adalah sekedar sarana untuk mengenalkan Tuhan, namun Tuhan sendiri tidak beragama.


Dalil 2.

Agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti disebutkan dalam kitab-kitab suci Al- Quran dan Injil. Misal dalam Al-Quran ditandaskan bahwa apabila semua ajaran Allah SWT dituliskan, maka tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi. Demikian pula dengan Injil yang menandaskan apabila semua ajaran Isa Almasih dituliskan maka buku setebal gunungpun tidak akan bisa memuat. Ke "Mahabesaran Tuhan" tidak mungkin cukup diwadahi dalam buku setebal kitab suci. Ke "Mahabesaran Tuhan" juga tercermin pada luas dan dalamnya ilmu pengetahuan. Dengan terbatasnya kitab suci, ini berarti umat beragama diminta untuk lebih banyak belajar ilmu beserta kebenarannya diluar kitab suci masing2 agama (jadi isi masing2 kitab suci ternyata hanya sedikit sekali!). Dengan banyak belajar diluar kitabsuci, diharapkan IQ, EQ dan Iman terus berkembang sejajar, tidak timpang, dan tidak fanatik. Bila orang hanya dalam pada sisi "Iman" saja, maka ia mudah diperalat oleh para politisi.


Dalil 3.

Pencapaian puncak pemahaman agama adalah religiositas. Ibarat kuliah, ini adalah Philosophy Degree atau gelar Doktor. Setelah bergelar Doktor, maka ilmu lebih penting dari pada almamaternya. Kalau baru taraf kuliah, seorang mahasiswa masih suka memamerkan identitas2 universitasnya. Demikian pula dengan agama, Tuhan dengan sifat dasar Nya ("Maha Pengasih dan Penyayang") menjadi lebih penting dari pada agama itu sendiri, atau bahkan agama menjadi tidak perlu lagi. Jadi, kalau sudah mumpuni keagamaan seseorang, bukan agamanya yang penting, melainkan religiositasnya yang amat sangat penting. Ia tidak lagi tersekat-sekat oleh kotak sempit yang disebut agama. Religiositas setingkat lebih atas dari pada agama. Religiositas dapat diperoleh tanpa melalui agama. Salah satu definisi umum tentang religiositas adalah sbb.: sikap hatinurani, batin dan pikiran manusia yang selalu diarahkan kepada perbuatan baik, kasih sayang, kebenaran dan keadilan.

Dalil 4.

Agama adalah sesuatu yang abstrak dan sulit dicerna, oleh sebab itu sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa (disekolah dasar), apalagi dipaksakan sebagai pendidikan agama (ini pelanggaran HAM, agama adalah kebebasan untuk memilih); kalau sebagai pengajaran tentang berbagai agama, ini penting dan perlu diajarkan (misalnya keanekaragaman agama beserta ciri mereka masing2). Sebaiknya agama sebagai pendidikan (untuk menarik pengikut baru) diberikan kepada manusia dewasa, waktu kecil cukup diberikan budi pekerti. Kalau sejak kecil sudah dicuci otak dengan agama, maka hasilnya mirip Indonesia saat ini. Bukan kekeluargaan atau kasih sayang melainkan kecurigaan, 'keterkotakan' (SARA) dan bahkan kekerasan yang justru muncul. Dinegara modern seperi USA, Jepang, Korsel, Taiwan, Inggris, Australia, dst. agama memang tidak boleh diberikan pada anak2 SD sebagai pendidikan(kecuali sekolah yang berafiliasi dengan agama tertentu), namun sebagai pengajaran (transfer of knowledge) yang mengajarkan berbagai agama beserta karakteristiknya diperbolehkan, pendidikan agama adalah merupakan tanggung jawab orang tua. Untuk anak, yang lebih baik dan lebih penting adalah budi pekerti. Budi pekerti mengajarkan sopan-santun, taat hukum, keadilan dan hidup bersosial secara baik. Benarkah dan pernahkah Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa mengarahkan agama kepada anak2? Tidak kan? Oleh sebab itu, kasihanilah para anak2 dengan tidak membebani otak mereka kepada pengetahuan yang belum saatnya; dan yang lebih penting dan mendasar: agama syarat dengan dogma2 yang beku, bila diajarkan secara kurang tepat justru akan membelenggu kecerdasan anak2, bahkan justru anak2 akan mulai terkotak-kotak sejak dini! Masih ingin bukti? Lihatlah prestasi masyarakat RRC yang komunis, ternyata lebih religius, tidak main membunuh orang (maling ayam dan pencopet), prestasi olahraga dan IPTEK nya hebat, pemerintahnya bisa menghidupi 1,2 milyar (lima kali penduduk kita), berani menghukum mati para pelaku KKN, dst. Kemudian, tentang kualitas pendidikan, Indonesia berada dibawah Vietnam (yang komunis). Pendidikan dan pengajaran agama harus disertai penekanan tentang keterbatasan agama, sejarah hitam agama (misal: Katholik diabad 17 yang membuat Eropa mundur, dan Islam, bila tidak hati2, diabad ini bisa mengalami hal yang serupa dengan Katholik diabad 17), semua agama besar pernah mengalami pasang surut dalam sejarah, semua agama juga mengalami perpecahan internal (Katholik-Protestan, Syiah-Suni, dst); penekanan cita2 pemahaman tertinggi agama yang disebut religiositas, dan penekanan kemungkinan penyalah gunaan agama untuk politik! Agama juga selalu jauh tertinggal (terbirit-birit) dalam perkembangannya dibandingkan ilmu pengetahuan. Dengan penekanan demikian, umat yang mendalami agama mempunyai wawasan yang luas, tidak arogan dan terbuka!


Dalil 5.

Agama bukan jaminan moralitas, kesejahteraan, kedamaian dan keadilan. Lihat saja, ada berbagai agama besar di Indonesia, namun persaudaraan, perdamaian dan keadilan justru tidak ada. Demikian pula korupsi justru meraja lela. Para elit (militer, politik dan birokrat), yang notabene berpendidikan dan berjabatan tinggi justru merupakan sebab utama kehancuran bangsa Indonesia. Yang diatas rajin korupsi namun bebas dan terhormat, yang dibawah: begitu menangkap pencuri ayam langsung dibakar begitu saja! Di Amerika Latin yang didominasi agama Katholik, seperti Meksiko, Brasil, Argentina, dan Colombia, juga didominasi kekerasan dan korupsi, demikian pula Pilipina. Di Timur Tengah (negara2 Arab), Pakistan, Aljasair, Afganistan, Irak, Iran,dst..., kekerasan dan pelanggaran HAM luarbiasa. TKW kita di Timur Tengah menjadi salah satu bukti nyata. Sebaliknya, negara RRC yang komunis justru menampilkan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan, koruptor kelas kakap justru tegas ditembak mati. Kesejahteraan yang timbul dalam agama seringkali hanya terjadi pada para birokrat (pemimpin) agama itu sendiri. Penegakan hukum lebih menjamin tingginya moralitas dan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan memberikan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan bagi rakyat.


Dalil 6.

Agama Harus Menghormati Budaya Setempat. Semua agama besar di Indonesia berasal dari luar negeri, maka bias budaya pasti ada. Artinya, budaya asing mendompleng agama akan masuk dan mempengaruhi budaya lokal. Alangkah sedihnya kita, apabila di Malioboro, seorang menyapa dengan Amitaba ... (Budha, bhs. Cina), lalu dijawab yang lainnya dengan Assalam ..... (Islam, bhs. Arab), kemudian ada lagi yang menyahut Syallom .... (Kristen, bhs. Yahudi), tak ketinggalan ada yang berkata Hong wilaheng .... (Hindu, bhs. Hindi); kemudian ada yang menjawab secara rasional, sopan dan nasionalis: Selamat Siang. Demikian pula dengan budaya berpakaian, alangkah sedihnya apabila blangkon dan surjan Yogya terdesak oleh pakaian Arab atau sari India. Memeluk agama asing haruslah tidak boleh mengorbankan budaya setempat. Yang paling menakutkan adalah penjiplakan cara berpikir dan berperilaku, misalnya menganggap ilmu pengetahuan dan teknologi itu "setan" yang harus dijauhi, dan kekerasan demi pembelaan agama, konsep yang salah "right or wrong for my religion" (sisi "wrong" sangat berbahaya bagi kesehatan nurani). Bayangkan bila kita tidak kritis diberbagai bidang, pinjaman uang (utang) luar negeri yang bersyarat telah membelit kita, kurs nilai mata uang yang jauh dari keadilan telah menjajah kita, dan budaya asing yang mendominasi budaya kita lewat agama telah menghantui kita, lalu kita mau jadi bangsa apa?

Dalil 7.

Agama mudah diperalat. Oleh para elit politik maupun penipu biasa, agama sering diperalat. Kesetiaan dan ketaatan hampir seratus persen kepada Tuhan melalui agama disalah gunakan oleh 'manusia cerdas tapi jahat'. Antara Agama dan partai politik sudah sulit dibedakan. Antara filsafati yang suci bersih dan politik yang hitam kelam bercampur baur. Umat beragama bingung, apakah ia sedang mendengarkan sabda Tuhan atau orasi politik yang ulung dari seorang Dai (misalnya Dai sejuta umat), atau apakah ia sedang ada di mesjid atau sedang ada di kantor partai politik? Awas, jika para politisi di Jakarta ahli mempolitisir agama, apalagi para pakar politik Barat yang bagaimanapun kita harus akui kualitasnya lebih unggul daripada para politisi kita, mereka pasti juga ikut dan lebih pandai menggunakan jurus politisasi agama. Dengan politisasi agama, kasih sayang dimanipulasi menjadi kekerasan dan bahkan pembunuhan, dan bangsa ini akan terjebak dan dibuat sibuk mengurusi hal2 yang tidak penting (biarkan masyarakat beragama sendiri), sedangkan para politisi dari negara modern (pemerintah asing) bebas dan sibuk 'mencuri' kekayaan alam kita yang luar biasa kayanya. Lihatlah fakta kekerasan dan pembunuhan di negara2 yang agamis seperti: Colombia, Argentina, Aljasair, Afganistan, Pilipina, Indonesia, Bosnia, Yugoslavia, dst. Kasus penyerbuan Amerika ke Taliban, dipakai oleh regim ORBA untuk mengalihkan perhatian bangsa kepada hal lain yang tidak banyak manfaatnya atau justru merugikan negara! Seandainya saja, kesetiakawanan umat Islam dipergunakan untuk hal yang baik dan nasionalis, misalnya saja jihad melawan KKN, pelanggaran HAM dan mafia peradilan, hasilnya akan bukan main! Indonesia akan maju pesat sekali; sayang sekali, tongkat komando agama Islam saat ini masih ditangan orang2 Regim Orde Baru! Sehingga kesetiaan umat terhadap Tuhan justru disalah gunakan untuk adu domba, pengalihan perhatian dan pembodohan bangsa! Didalam negeri sendiri sudah begitu banyak masalah (macetnya agenda Reformasi), tapi justru masih dicarikan penyakit baru yaitu dengan melibatkan diri kepersoalan luar negeri yang kurang relevan! Inilah keculasan manusia2 Orde Baru, demi keselamatan regim dari segala tuntutan dahsyat bangsa atas tindakan selama 32 tahun, mereka rela membodohi bangsanya sendiri! Dinegara yang patuh hukum, para pelaku regim ORBA ini pastilah sudah mengalami hukuman yang sangat berat dan setimpal, banyak dari mereka yang pantas untuk mendapat hukuman mati. Namun saat ini, mereka masih dihormati justru oleh para dosen, pakar, mahasiswa, jurnalis, dan kaum agamawan. Aneh bin ajaib!

Dalil 8.

Agama dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Lihatlah sejarah Eropa diabad 17 an. Agama Katholik saat itu sering menghukum ilmuwan, dengan alasan ilmuwan itu membuat pernyataan yang dianggap bertentangan dengan isi Injil. Ilmuwan besar yang dikucilkan antara lain adalah Copernicus dan Darwin. Pada abad itu ketika agama Katholik begitu dominan, Eropa justru mengalami jaman kegelapan. Sekarang, lihatlah perbedaan antara negara Amerika Latin (yang dominan agamanya) dan USA serta Kanada (yang dominan religiositasnya). Sangat kontras sekali, misalnya saja antara USA dan Meksiko yang berbatasan. USA sangat modern, makmur, tentram, sebaliknya Meksiko, padahal mereka sama2 pendatang dari Eropa. Negara-negara Islam juga sama saja, katakan saja Turki (Bosnia, Albania) adalah negara Islam paling modern, ternyata masih jauh dibelakang negara2 Eropa dalam IPTEK dan kemakmuran. Selama pemahaman agama itu masih sempit (fanatisme agama, bukan religiositas), maka selama itu pula negara akan terjebak dalam hiruk pikuk eforia agama. Bandingkan pula dengan pemahaman demokrasi kita, yang baru tarap belajar dan eforia, dengan negara2 Eropa/USA. Kita juga dibuat tercengang dengan para ilmuwan negara komunis, misal RRC, mereka maju pesat, lihat negara kita dibanjiri otomotif produk mereka. Berapa ribu jam belajar yang sudah dihabiskan oleh anak-anak SD untuk "menghapal" hal yang belum saatnya dipelajari (agama asing beserta bahasa dan budayanya)? Bukankah anak2 itu ibarat di "brain washing" sehingga daya kreativitas dan daya saing mereka untuk tingkat dunia menjadi rendah sekali. Hasilnya apa? Toh mirip P4, PMP, dst. Sementara itu, setelah SD, kita harus menghabiskan sekian ribu jam pelajaran lagi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bahasa Inggris, lalu kapan SDM kita bisa maju kalau kita tidak effisien dalam menggunakan waktu dalam pendidikan?


Dalil 9.

Semakin udara suatu bangsa penuh polusi doa puja-puji kepada Tuhan, semakin rusak moral bangsa itu. Kalau kita amati, seringkali tembok-tembok ditulisi: Ngebut, benjut; Yang Kencing disini hanyalah anjing; Daerah bebas narkotik; Dilarang buang sampah disini; dst... Dinegara maju yang masyarakatnya sudah mencapai religiositas, tulisan2 berisi ancaman dan aturan kasar semacam itu sudah tidak ada lagi, sebab aturan itu sudah tertulis dihati sanubari mereka semenjak dini/kecil, yaitu melalui pendidikan budi pekerti. Begitu pula dengan masalah agama, semakin bumi nusantara ini dipenuhi polusi suara yang keras dan hingar bingar tentang agama (Tabliq Aqbar, istigotsah, azan masjid, koor gereja, dsb.), semakin menandakan bahwa masyarakatnya masih sekedar pandai berdoa, sekedar bosa-basi agama, namun tidak pandai melaksanakan ajaran agama. Siang maling atau korupsi, malam meditasi atau berdoa. Ucapan dan tindakan sangat kontras berbeda. Lihatlah kelihaian para politisi Orde Baru dalam ber "agama", kemudian lihatlah "track record" mereka. Alhamdulilah, seratus delapan puluh derajat bedanya! Dapat kita katakan, apa yang terjadi di Indonesia adalah pelecehan agama, bukan penghormatan agama, apalagi pengamalan agama! Pelecehan agama akan menyebabkan kehancuran moral suatu bangsa (Tuhan menurunkan hukum Nya!).

Dalil 10

Agama dapat melunakan hukum negara melalui persepsi yang salah. Dalam agama Islam dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2 manusia oleh Tuhan dalam event2 tertentu, misalnya dibulan pengampunan "Ramadhan" atau saat2 naik Haji ke Mekah, demikian pula dalam agama Nasrani dikenal konsep pengampunan total terhadap dosa2 manusia oleh Tuhan asal percaya kepada Yesus Kristus. Dengan sifatNya yang "Maha Pengasih dan Penyayang" (perhatikan kata Maha), maka bagi Tuhan itu memang mungkin. Namun hal ini sering disalah gunakan oleh para koruptor, pelanggar HAM, elit politik dan birokrat. Agama bagi mereka menjadi sarang persembunyian yang enak dan nyaman (kasus islah), apalagi apabila sekian persen dari hasil kejahatan mereka, lalu mereka sumbangkan untuk membangun masjid, gereja dan rumah yatim piatu (model Robin Hood), dengan demikian walau bandit mereka tetap dihormati oleh umat setempat. Ulama, pastor dan pendeta harus menandaskan bahwa kejahatan manusia juga harus dipertanggung jawabkan didepan manusia (pengadilan), jadi tidak hanya vertikal melainkan horisontalpun penting! Ulama, pastor dan pendeta harus rajin ke DPR, Kejagung, presiden , dst., dalam hal membela kebenaran/moral, tanpa harus berpolitik praktis, mereka harus merasa malu dengan daya juang para mahasiswa/LSM dalam hal pembelaan moral dan kebenaran! Mereka, para agamawan, juga harus malu kepada seorang wanita ceking yang gigih membela manusia melarat dan tertindas, yang bernama Wardah Hafidz, yang tidak takut mengorbankan keamanan hidupnya! Mana ada ulama, pastur, pendeta atau biksu, yang turun tangan membela tukang becak, penjual asongan, dst., secara nyata? Mana ada dari mereka yang menuntut tuntasnya kasus BLBI, Trisakti, Priok, KKN, uang hibah haram, dst.?

Dalil 11.

Tuhan itu demokratis, sedangkan agama seringkali otoriter. Tuhan tidak melarang manusia untuk tidak beragama, karena Tuhan sendiri pada dasarnya tidak beragama. Tuhan mengharapkan agar manusia mencapai pemahaman tertinggi yang disebut religiositas melalui berbagai sarana seperti agama, "agama lokal" (misal Kejawen), dan ilmu pengetahuan. Keotoriteran agama nampak pada keinginan mau menangnya sendiri seperti melarang berbagai hal yang tidak sepaham dan ingin menjadi anak emas dinegara yang majemuk/pluralis!

Penutup

Agama itu penting, namun bukan segala-galanya. Belajar agama harus sampai mencapai tingkat tertinggi yaitu religiositas. Keterbatasan agama (iman/keyakinan) yang inherent harus diimbangi dengan perkembangan IQ dan EQ. Semua agama, berasal dari negara asing, maka kita wajib waspada dan bisa memilahkan antara ajaran agama dan budaya. Kita janganlah dibiasakan meniru adat istiadat, pakaian, budaya, apalagi cara pikir atau bahkan kekerasan yang mendompleng agama (melalui politik praktis). Manusia yang sudah mencapai derajat Religiositas yang tinggi, sudah tidak lagi mementingkan wadahnya yaitu agama, melainkan lebih mementingkan isi (intisari/makna) suatu ajaran agama, sehingga ia menjadi manusia bebas merdeka yang tidak tersekat-sekat lagi. Berbahagialah orang yang tidak beragama namun mempunyai religiositas yang tinggi, sebab ia akan bebas merdeka dimana saja, kapan saja, dilingkungan apa saja, dan Tuhan selalu menyertai dia! Tingkat pemahaman agama di Indonesia, seperti juga dalam hal demokrasi, masih dalam tingkatan rendah sekali, masih tahapan eforia/kulit, seperti Eropa abad 17 an, oleh sebab itu, mari kita perbaiki bersama! Akhir kata, marilah beragama secara baik, santun, sehat, rasional dan berwawasan luas, sebab agama sangat mempengaruhi budaya, budaya sangat mempengaruhi pola-pikir dan tindak tanduk suatu bangsa!


"Sebuah kenyataan bahwa sesungguhnya Bangsa
Indonesia BELUM MERDEKA!"

0 komentar: