SURAT UNTUK IBU PERTIWI

on Senin, 30 Maret 2009

Kepada Yang Tercinta,

Ibu Pertiwi

di-

Indonesia




Dengan hormat.

Ibu bagaimana kabarnya hari ini? Semoga Ibu dalam keadaan sehat dan selalu penuh kemuliaan. Semoga tuhan tidak pernah berhenti melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.

Ibu, anak mohon maaf karena selama ini kurang memperhatikan keadaan Ibu, bahkan anak tidak mampu menjaga kehormatan Ibu ketika dihinakan sebagai negara terkorup di dunia. Anak juga tidak mampu menjaga ketika sebagian dari putra Ibu berkali-kali memperkosa Ibu hingga taman-taman yang indah milik Ibu kini rusak luluh-lantak. Bahkan ketika sebagian dari putra bangsa berkhianat kepada Ibu-pun anak tidak mampu berbuat apa-apa.

Bu, sekali lagi anak mohon maaf karena tidak mampu membagikan warisan secara adil dan merata. Sehingga kini sebagian besar dari putra-putri Ibu berada dalam kesulitan, jangankan untuk sekolah dan biaya rumah sakit bahkan untuk sekedar makan saja mereka terpaksa harus melanggar ajaran Bapak untuk silih asah, silih asih, silih asuh, dan silih wangi.

Ibu, sungguh anak tidak bermaksud untuk mengingkari Ibu sebagai kandung, tapi entah setan dari mana seolah merasuk dalam diri ini, sehingga anak sulit keluar dari ruang kebodohan dan ketololan. Sekarang anak baru memahami, kenapa Ibu selalu bercerita tentang Sakadang Monyet Jeung Sakadang Kuya (kisah sang monyet dan kura-kura) yang mencuri pisang emas di ladang petani, juga cerita tentang Si Malin Kundang yang menjadi batu karena mengingkari ibunya yang compang-camping seperti pengemis. Sekarang anak juga mulai memahami kenapa Ibu selalu melantunkan syair Trang-trang Kolentrang dan Lir Ilir. Padahal waktu itu anak sudah bosan mendengarkannya, tapi Ibu selalu bilang “Nak, kelak kamu akan mengerti ketika dewasa nanti”. Ibu masih ingat rengekan itu ?

Bu, sekarang putra-putri Ibu sudah banyak yang pandai menggunakan bahasa asing seperti; bahasa Inggris, Belanda, Cina, dan Arab. Bahkan, merekapun pandai menuliskan dengan huruf-hurufnya. Tapi aneh Bu, setelah pandai mereka tidak bisa lagi mempergunakan bahasa yang Ibu ajarkan, bahkan mereka tidak mampu menulis dengan huruf milik negara kita. Kata mereka, katanya bahasa dan huruf negara kita itu sudah kuno dan usang jadi kalau digunakan akan terlihat kampungan, bahkan sebagian yang asli milik kita itu sudah mereka jual kepada negara lain dan kini milik negera lain. Anak sudah mengingatkan mereka, tapi malah sebaliknya sekarang anak dicap sebagai “orang gila” karena dianggap melanggar dunia ilmu pengetahuan yang saat ini dikuasai oleh putra-putri Ibu yang bergelar “sarjana”.

Ibu, anak kadang sangat iri kepada bangsa dan negara-negara tetangga kita itu. Sampai saat ini mereka masih mempunyai jati dirinya masing-masing dan masih tertampakan dengan jelas, seperti; Cina, India, Vietnam, Thailand, Arab, Philipina, Korea, Jepang. Mereka semua sangat bangga mempergunakan huruf dan bahasa milik mereka sendiri. Tidak hanya itu, mereka juga dapat berbangga dengan seni dan budaya hingga tata-cara bernegara dan berbangsanya.

Anak sangat memahami, rasanya terlalu sulit untuk menjadi seperti mereka pada saat ini, sebab bangsawan (orang yang besar rasa kebangsaannya) dan negarawan (para pecinta negera) di negeri kita ini hanya tinggal beberapa gelintir sebagai orang yang tersingkirkan, sisanya tinggal Sakadang Monyet dan Sakadang Kuya yang masih terus-menerus mencuri di kebun kita dan celakanya hukum tidak dapat bicara apa-apa lagi karena mulutnya diberangus dan terbungkam.

Ternyata yang Ibu ceritakan itu benar semua dan sekarang monyet-monyetnya tidak hanya mencuri pisang emas dan cabai merah bahkan mereka berani bermain wanita di kebun kita sambil berteriak-teriak “saha latah…latah…?!” Sedangkan sakadang kuya yang berlindung di balik batoknya diam-diam merangkak di tanah putih kita dan terus menghasut hingga tanpa sadar kini mereka terkena hasutannya sendiri. Jadi Bu, sekarang suara trang-trang kolentrang sudah terdengar di negara kita, maka Ibu tak perlu heran kenapa sebagian besar dari putra-putri ibu itu sudah menjadi batu seperti si Malin Kundang.

Ibu, sebetulnya masih banyak cerita yang lebih parah dan menyedihkan dari sedikit kejadian yang anak kisahkan di atas. Tapi bagaimanapun kisahnya Ibu tidak boleh marah dan tidak boleh sedih, janji ya Bu…

Selain pencuri (koruptor) bertambah banyak dan sudah merasuk sampai ke tingkat pemerintahan terkecil, pemerintahan besar yang dipilih rakyat untuk menata negara inipun ternyata kurang mengerti tentang ajaran Bapak. Banyak dari mereka yang tidak memahami makna lambang dalam Garuda Pancasila, misalnya; “Kemanusiaan yang adil dan beradab” lalu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bu, lambang-lambang negara itu kini oleh mereka hanya dianggap sebagai gambar dan bukan lagi sebagai falsafah berbangsa dan bernegara (ideologi), maka itu sebabnya di negera kita sekarang banyak yang miskin semakin sekarat dan yang kaya semakin mewah. Jadi, kelihatannya sebagian besar dari mereka itu tidak memahami arti kata ADIL maka semakin jauh mereka dari BERADAB.

Bu, hampir setiap hari anak lihat putra-putri Ibu saling cakar saling tampar dan saling menyalahkan. Lucunya mereka itu masing-masing merasa benar, setelah itu tinggal adu kekuatan dan seperti biasa siapa kuat dia yang menang. Bu politik adu domba yang dulu menghancurkan negeri kita ini mungkin masih hidup dengan nyaman mengakar hingga kebudaya hidup putra-putri Ibu Pertiwi.

Sekarang anak semakin yakin, setelah dulu Bapak diasingkan, putra-putri Ibu kini jadi tidak mengenal hidup rukun dan damai. Ibu sungguh anak kini teramat rindu kepada Bapak yang berada dalam pengasingan, mungkin Ibu tahu kabar beliau saat ini? Semoga beliau yang terasingkan oleh putra-putrinya sendiri tetap sehat dan tidak kurang sesuatu apapun serta tuhan tetap melindunginya dengan cinta dan kasih sayang-Nya.

Sebenarnya masih berjuta cerita yang ingin anak sampaikan namun anak khawatir Ibu akan semakin bersedih, sebab ceritanya banyak yang tidak enak didengar oleh Ibu yang sudah semakin tua dan rapuh.

Ibu sekian dulu surat dari anak, sekali lagi anak berharap agar Ibu kembali sehat dan jangan bersedih, sebab anak akan menjaga Ibu hingga hembusan nafas terakhir. Semoga DIA Yang Maha Adil tetap mengasihi kita semua.


Salam hormat dari anak-anak Ibu.





0 komentar: